erbang buhun merupakan salah satu seni pertunjukan rakyat yang tersebar di beberapa tempat di Jawa Barat, dengan beberapa sebutan, seperti Terbang Gede, Terbang Gebes, Terbang Ageung, dll. Pada masa lalu, seni terbang digunakan sebagai media dakwah Islam, melalui pupujian
(puji-pujian) yang dilantunkan sepanjang pertunjukan berlangsung.
Terbang buhun dianggap pula memiliki kekuatan-kekuatan spiritual dan
mistis, karena itu seringkali dipakai pula di dalam upacara ngaruwat, misalnya ngaruwat anak, ngaruwat rumah, dll. Dalam upacara ruwatan biasa diadakan acara ngahurip
dengan menebarkan air suci serta membuat sesajen dan sambung layang,
yakni rangkaian hasil bumi yang disusun tiga lingkaran yang biasanya
dibuat sepasang.
Perkembangan
Terbang buhun dikenal juga sebagai Terbang Pusaka,
khususnya di Tanjungkerta yang dipimpin oleh Adis Mukaya (sekarang
dilanjutkan oleh putranya, Sutisna). Seiring dengan perkembangan zaman,
terbang buhun telah mencoba melakukan upaya-upaya penyesuaian terhadap
permintaan masyarakat sekitar, apalagi setelah mendapat bantuan tenaga
dari STSI Bandung di dalam mengemas kembali. Dewasa ini Terbang Buhun
sudah mampu tampil lebih dinamis, dengan lagu-lagu yang dipilih,
lengkap dengan Upacara ngahuripnya serta tak ketinggalan sambung
layangnya.
Pertunjukan terbang buhun di Jawa barat pada umumnya tak jauh
berbeda, baik dalam upacara Ngaruwat maupun pertunjukan dalam hajatan
biasa. Sebagai contoh struktur pertunjukan terbang buhun, misalnya pada
saat pertunjukan Ngaruwat Rumah, adalah sebagai berikut: Pertama,
diadakan Ijab Kabul oleh saehu; Tatalu dengan lagu-lagu pupujian yang
dilantunkan oleh Reuahan, sambil saehu mempersilahkan penari maju ke
depan arena pertunjukan dengan diiringi lagu Engko, dilanjutkan dengan lagu Bangun, Kembang Kacang, Lailahaillah, Malong, Siuh, dan Benjang; kedua acara ruwatannya yang dipimpin oleh Saehu dengan membacakan mantra-mantra sambil membakar kemenyan serta menyiramkan Cai Hurip ke seluruh penjuru rumah; musik terbang buhun ditabuh dengan irama naik, dengan lagu Eling Allah, Riring-riring, Kikis Kelir, Nyai Lais Koncrang, Meungpeung Hurip, Keupat Eundang;
Ketiga, pertunjukan ditutup dengan pembacaan doa, sementara para
pemain meletakkan alat musik terbangnya dan duduk khidmat membentuk
setengah lingkaran sambil menengadahkan kedua tangannya.
Alat-alat musik terbang buhun antara lain: terbang kempring, terbang
ageung, terbang gebrung, terbang talingtik, terbang goong, dan kendang.
Sementara lagu-lagu pupujian yang dilantunkan, seperti Bismilah,
Yahmadun Kayumbilah, Robun Allah dan Kembang Gadung.
Makna dibalik Terbang buhun adalah makna konotatif yang tersembunyi,
di antaranya: a) Makna spiritual, makna yang terkandung dalam
pertunjukan Terbang Buhun terutama dalam pertunjukan Upacara Ngaruwat
atau Upacara Ngahurip. Khusunya dalam makna-makna dibalik berbagai
tanaman hasil bumi yang terdapat dalam Sambung Layang; b) Makna
teatrikal, Sambung Layang yang ukurannya besar dan tinggi apalagi
sepasang, membuat daya tarik tersendiri bagi penonton
Tidak ada komentar:
Posting Komentar